BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Seorang
perawat professional harus memahami dan bisa mengaplikasikan prinsip – prinsip
legal dan etis dalam mengambil keputusan sehubungan dengan tindakan keperawatan
agar tujuan dari proses keperawatan dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan
hokum dan norma yang berlaku. Dalam hal ini, perawat harus memahami isi dari
prinsip – prinsip legal dan etis seperti Autonomy, beneficence, justice,
nonmaleficience, nilai dan norma masyarakat, isu etis, dalam keperawatan,
advokasi, responsibilitas, loyalitas, transplantasi organ, devices, neglected,
serta informed consent.
Sebagai
contoh anda sebagai perawat menemukan kasus Nn “Y” (14 tahun) seorang siswi
kelas 3 SMP “S”, saat ini sedang hamil usia 4 bulan keluar dari sebuah klinik “T”
yang terkenal dengan praktek aborsinya. Saat kembali pulang ke rumah, ibunya
menemukan Nn. Y sudah tidak sadarkan diri dan terkejut dengan adanya pendarahan
hebat keluar dari sekitar alat kelamin anaknya. Saat itu juga, Nn Y dibawa ke
RS “D” dan langsung ditangani serius oleh dokter dan perawat meningat sudah
terjadi syok Hipovolemik pada kondisi pasien. Setelah sadar dan kondisi
membaik, Nn. Y tampak terguncang mentalnya serta tidak dapat mengontrol
emosinya dan berharap pada perawat bisa memberikan tindakan euthanasia pada
dirinya. Seandainya diizinkan oleh keluarganya, Nn Y berharap bisa memberikan
ginjalnya bagi pasien yang membutuhkan organnya sebagai bentuk penebus rasa
bersalahnya.
1.2.
Kata – Kata Sulit, Definisi, Analisa
dan Pengertian
No
|
Kata – Kata Sulit
|
Definisi
|
Analisa
|
Pengertian
|
1
|
Autonomy
|
Bergerak bebas, kepercayaan diri.
|
Bergerak bebas.
|
Penentuan Pilihan.
|
2
|
Beneficence.
|
Manfaat, kebiasaan, sesuatu yang didapatkan.
|
Manfaat.
|
Berbuat
baik.
|
3
|
Justice.
|
Kenyamanan, hal yang dirasakan, keharmonisan, kestabilan.
|
Kenyamanan.
|
Keadilan.
|
4
|
Hopovolemik.
|
Beban yang berlebihan, reaksi, masalah yang dialami, kekurangan
oksigen, kekurangan cairan.
|
Reaksi terhadap masalah yang berlebihan.
|
Keadaan tubuh yang kekurangan cairan.
|
5
|
Devices.
|
Simpanan, pencarian, kemasan.
|
Penyimpanan.
|
Perangkat.
|
6.
|
Euthanasia.
|
Suntik mati, pemutusan hak hidup.
|
Pemutusan hak hidup dengan cara suntik mati.
|
Pemberian suntik mati.
|
7
|
Neglected.
|
Tepat waktu.
|
Tepat waktu.
|
Kelalaian.
|
8.
|
Advokasi.
|
Pembela.
|
Pembela.
|
Pembela.
|
9
|
Informed consent.
|
Pusat informasi, konsentrasi, berita, penyampaian pesan.
|
Pusat pemberi informasi.
|
Persetujuan tindakan kedokteran.
|
10
|
Transplantasi organ.
|
Pencangkokan organ, donor, pemindahan organ.
|
Pencangkokan organ.
|
Pencangkokan organ.
|
11
|
Etis.
|
Pantas, selaras, tepat, sesuai.
|
Pantas.
|
Pantas.
|
12
|
Nonmaleficience.
|
Tidak tepat waktu.
|
Strandar kebersihan dalam kesehatan.
|
Tidak merugikan.
|
13
|
Responsibilitas.
|
Tanggapan, interaksi, reaksi.
|
Kemampuan untuk memberikan tanggapan.
|
Tanggung jawab.
|
1.3.
Daftar
Pertanyaan
1. Pertanyaan
: berdasarkan kasus diatas. Coba analisa oleh anda perlukah perawat mempelajari
prinsip – prinsip legal dan etis dalam mengambil keputusan dalam tindakan
keperawatan! Bila ia, mengapa hal ini perlu dimiliki oleh seorang perawat
professional, serta bila dikaitkan denga kasus Nn. Y seberapa pentingkah hal
ini bisa mejawab tujuan dari proses keperawatan agar terlaksana dengan baik
sesuai dengan hokum dan norma yang berlaku. Berikan alasannnya!
Jawaban :
2. Pertanyaan
: sebagai perawat yang sedang dihadapkan kasus pasien dengan multikompleks
permasalahannya seperti kasus di atas, tindakan apa yang sebaiknya peraway
lakukan saat mendengar pasien berharap tindakan euthanasia dan berkeinginan
memberikan ginjal setelah dirinya meninggal.! Coba analisa oleh anda dengan
menggunakan prinsip – prinsip legal dan etis dalam mengambil keputusan dalam
tindakan keperawatan! Bagaimana aspek legal hukumnya tentang euthanasia dan
transplantasi organ di Negara kita!
Jawaban :
3. Pertanyaan
: Apakah tindakan aborsi yang dilakukan oleh Nn. Y menurut sisi medis bisa
membahayakan jiwanya? Bagaimana menurut pandangan norma hokum dan norma
masyarakat mengenai kasus aborsi Nn. Y? bagaimana seharusnya aparat hokum
bertindak terhadap klinik “T” tersebut serta bagaimana sikap anda jika ternyata
pemilik klinik tersebut adalah teman sejawat anda sebagai perawat.
Jawaban :
Prinsip
– Prinsip Legal dan Etis Dalam Mengambil Keputusan Terhadap Tindakan
Malpraktek.
1. Pertanyaan
: Sebutkan isi dari prinsip etik dan legal dalam tindakan keperawatan!
Jawaban : Ada pada pembahasan.
2. Pertanyaan
: Apa komponen komponen yang mendasari transplantasi?
Jawaban : Ada pada pembahasan.
3. Pertanyaan
: Apa yang dimaksud dengan aborsi?
Jawaban : Ada pada
pembahasan.
4. Pertanyaan
: Apa yang menyebabkan seseorang diberikan tindakan euthanasia?
Jawaban : Ada pada pembahasan.
5. Sebutkan
jenis jenis euthanasia!
Jawaban : Ada pada
pembahasan.
1.4.Pohon
Masalah
1.5.
Tujuan
Pembelajaran
1.
Mengatahui dan memahami prinsip –
prinsip etik tindakan keperawatan.
2.
mengetahui dan memahami issue etik dalam
tindakan keperawatan.
3.
mengetahui dan memahami transplantasi
organ.
4.
Mengetahui dan memahami prinsip –
prinsip legal tindakan keperawatan.
5.
Mengetahui dan memahami malpraktik.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Prinsip
– Prinsip Etik Tindakan Keperawatan.
Praktik keperawatan yang aman memerlukan pemahaman
tentang batasan legal yang ada dalampraktik perawat. Sama dengan semua aspek
keperawatan, pemahaman tentang implikasi hukumdapat mendukung pemikiran kristis
perawat. Perawat perlu memahami hukum untuk melindungihak kliennya dan dirinya sendiri
dari masalah. Perawat tidak perlu takut hukum, tetapi lebih melihathukum sebagai dasar pemahaman terhadap apa yang
masyarakat harapkan dari penyelenggarapelayanan keperawatan yang profesional.
Isi dari prinsip –
prinsip legal dan etis adalah :
a.
Otonomi (Autonomy)
Prinsip
otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan
mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggapkompeten dan memiliki
kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau
pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsipotonomi merupakan bentuk
respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak
memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakanhak kemandirian dan
kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri.Praktek profesional
merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat
keputusan tentang perawatan dirinya.
b.
Berbuat Baik ( Beneficience)
Beneficience
berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,memerlukan pencegahan dari
kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahanatau kejahatan dan peningkatan
kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang,dalam situasi pelayanan kesehatan,
terjadi konflik antara prinsip ini denganotonomi.
c.
Keadilan ( Justice)
Prinsip
keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap oranglain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai inidirefleksikan
dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapiyang benar sesuai
hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas
pelayanan kesehatan.
d.
Tidak Merugikan
(Nonmal
eficience)
Prinsip
ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis padaklien.
e.
Kejujuran (Veracity)
Prinsip
veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi
pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap kliendan untuk
meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan
dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar
menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman
dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengankeadaan dirinya selama menjalani
perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya
batasan untuk kejujuran seperti jikakebenaran akan kesalahan prognosis klien
untuk pemulihan atau adanyahubungan paternalistik bahwa ´doctors knows best´
sebab individu memilikiotonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi
penuh tentangkondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan
saling percaya.
f.
Menepati Janji (Fidelity)
Prinsip
fidelitydibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennyaterhadap
orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji sertamenyimpan
rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseoranguntuk
mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkankepatuhan perawat
terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawabdasar dari perawat
adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit,memulihkan kesehatan dan
meminimalkan penderitaan.
g.
Karahasiaan (
Confidentiality)
Aturan
dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus
dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan
kesehatanklien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada
seorangpundapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien
dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan,
menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga
kesehatan lain harusdihindari.
h.
Akuntabilitas ( Accountability)
Akuntabilitas
merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional dapat
dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
i.
Informed Consent
“Informed
Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat
penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan
atau memberi izin. Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu
persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian
“informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh
pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang
akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.
Menurut
D. Veronika Komalawati, SH , “informed consent” dirumuskan sebagai “suatu
kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan dokter
terhadap dirinya setelah memperoleh informasi dari dokter mengenai upaya medis
yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai informasi mengenai segala
resiko yang mungkin terjadi.
Suatu
informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3 (tiga)
unsure sebagai berikut : Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter
Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan Kesukarelaan (tanpa paksaan atau
tekanan) dalam memberikan persetujuan.
Di
Indonesia perkembangan “informed consent” secara yuridis formal, ditandai
dengan munculnya pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang “informed
consent” melalui SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 pada tahun 1988.
Kemudian
dipertegas lagi dengan PerMenKes No. 585 tahun 1989 tentang “Persetujuan
Tindakan Medik atau Informed Consent”. Hal ini tidak berarti para dokter dan
tenaga kesehatan di Indonesia tidak mengenal dan melaksanakan “informed
consent” karena jauh sebelum itu telah ada kebiasaan pada pelaksanaan operatif,
dokter selalu meminta persetujuan tertulis dari pihak pasien atau keluarganya
sebelum tindakan operasi itu dilakukan.
Secara
umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan medis (pasien)
kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (dokter) untuk melakukan tindakan
medis dapat dibedakan menjadi tiga bentuk.
1.
Bentuk-Bentuk Persetujuan
a. Persetujuan Tertulis,
biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang mengandung resiko besar,
sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat
(1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan
medis yang mengandung resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan
tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang adekuat
tentang perlunya tindakan medis serta resiko yang berkaitan dengannya (telah
terjadi informed consent);
b. Persetujuan Lisan,
biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat non-invasif dan tidak
mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh pihak pasien;
c. Persetujuan dengan
isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya pasien yang akan disuntik
atau diperiksa tekanan darahnya, langsung menyodorkan lengannya sebagai tanda
menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya.
2.
Tujuan Pelaksanaan Informed Consent
Dalam hubungan antara pelaksana (dokter) dengan pengguna jasa
tindakan medis (pasien), maka pelaksanaan “informed consent”, bertujuan : Melindungi
pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala tindakan medis
yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan
medis yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak
asasi pasien dan standar profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang
memerlukan biaya tinggi atau “over utilization” yang sebenarnya tidak perlu dan
tidak ada alasan medisnya;
Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis
dari tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan
medis yang tak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap “risk of
treatment” yang tak mungkin dihindarkan walaupun dokter telah bertindak
hati-hati dan teliti serta sesuai dengan standar profesi medik. Sepanjang hal
itu terjadi dalam batas-batas tertentu, maka tidak dapat dipersalahkan, kecuali
jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian (negligence) atau karena
ketidaktahuan (ignorancy) yang sebenarnya tidak akan dilakukan demikian oleh
teman sejawat lainnya.
Perlunya dimintakan informed consent dari pasien karena informed
consent mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut :
1. Penghormatan terhadap
harkat dan martabat pasien selaku manusia.
2. Promosi
terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri
3. Untuk
mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien
4. Menghindari
penipuan dan misleading oleh dokter
5. Mendorong
diambil keputusan yang lebih rasional
6. Mendorong
keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan
7. Sebagai
suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan kesehatan.
Pada prinsipnya iformed consent diberikan di setiap pengobatan
oleh dokter.
2.2.
Issue Etik Dalam Tindakan
Keperawatan
1.
Euthanasia
a.
Pengertian Euthanasia
Bahasa Yunani:
ευθανασία -ευ, eu yang artinya "baik", dan θάνατος, thanatos
yang berarti kematian adalah praktek pencabutan kehidupan manusia
atau hewan
melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa
sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang
mematikan.
Aturan
hukum
mengenai masalah ini sangat berbeda-beda di seluruh dunia dan seringkali
berubah seiring dengan perubahan norma-norma budaya dan
tersedianya perawatan atau tindakan medis. Di beberapa negara, tindakan ini dianggap legal, sedangkan di negara-negara
lainnya dianggap melanggar hukum. Karena sensitifnya isu ini, pembatasan dan prosedur
yang ketat selalu diterapkan tanpa memandang status hukumnya.
b.
Jenis – Jenis Euthanasia
Euthanasia
dapat digolongkan menjadi beberapa macam, ditinjau dari berbagai sudut
pandang sebagai berikut:
Dilihat
dari cara pelaksanaannya, euthanasia dapat dibedakan atas :
1.
Euthanasia Pasif
Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut
segalatindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan jidupmanusia.
Dengan kata lain, euthanasia pasif merupakan tindakan tidak memberikan
pengobatan lagi kepada pasien terminal untuk mengakhirihidupnya. Tindakan pada
euthanasia pasif ini dilakukan secara sengajadengan tidak lagi memberikan
bantuan medis yang dapat memperpanjanghidup pasien, seperti tidak memberikan
alat-alat bantu hidup atau obat-obat penahan rasa sakit, dan
sebagainya.Penyalahgunaan euthanasia pasif bias dilakukan oleh tenaga mediamaupun
keluarga pasien sendiri.
Keluarga pasien bias saja menghendakikematian anggota
keluarga mereka dengan berbagai alasan, misalnya untuk mengurangi
penderitaan pasien itu sendiri atau karena sudah tidak mampumembayar biaya
pengobatan.
2. Euthanasia Aktif atau Euthanasia Agresif
Euthanasia aktif atau euthanasia
agresif adalah perbuatan yangdilakukan secara medik melalui intervensi aktif
oleh seorang dokter dengantujuan untuk mengakhiri hidup manusia. Dengan kata
lain, Euthanasia agresif atau euthanasia aktif adalah suatu tindakan secara
sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk
mempersingkat atau mengakhiri hidup si pasien.
Euthanasia aktif menjabarkan kasus
ketikasuatu tindakan dilakukan dengan tujuan untuk menimbulkan
kematian.Misalnya dengan memberikan obat-obatan yang mematikan kedalam
tubuh pasien (suntik mati). Euthanasia
aktif ini dapat pula dibedakan atas :
a. Euthanasia aktif langsung (direct)
Euthanasia ektif langsung adalah
dilakukannnya tindakan medic secaraterarah yang diperhitungkan akan mengakhiri
hidup pasien, ataumemperpendek hidup pasien. Jenis euthanasia ini juga dikenal
sebagai mercy killing.
b. Euthanasia aktif tidak langsung (indirect)
Euthanasia aktif tidak lamgsung
adalah saat dokter atau tenagakesehatan melakukan tindakan medis untuk
meringankan penderitaan pasien, namun mengetahui adanya risiko tersebut
dapatmemperpendek atau mengakhiri hidup pasien.
3. Euthanasia Non Agresif
Euthanasia non agresif atau disebut juga autoeuthanasia
termasuk euthanasia negative dimana seorang pasien menolak secara tegas
dandengan sadar untuk menerima perawatan medis dan pasien tersebutmengetahui
bahwa penolakannya tersebut akan memperpendek ataumenakhiri hidupnya
Ditinjau dari permintaan atau pemberian izin, euthanasia
dibedakan atas :
1. Euthanasia diluar Kemauan Pasien
Suatu
tindakan euthanasiayang bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap
hidup.Tindakan seperti ini dapat disamakan dengan pembunuhan.
2. Euthanasia Voluntir atau Euthanasia
Sukarela atau Atas Permintaan Pasien
Euthanasia
yang dilakukan atas permintaan atau persetujan pasien itu sendiri secara
sadar dan diminta berulang-ulang.
3. Euthanasia Involuntir atau
Euthanasia Tidak Sukarela atau Tidak Atas Permintaan Pasien
Euthanasia
yang dilakukan pada pasien yangsudah tidak sadar, biasanya keluarga pasien yang
meminta. ni terjadiketika individu tidak mampu untuk menyetujui karena faktor
umur,ketidak mampuan fisik dan mental. Sebagai contoh dari kasus iniadalah
menghentikan bantuan makanan dan minuman untuk pasienyang berada di dalam keadaan
vegetatif (koma). Euthanasia iniseringkali menjadi bahan perdebatan dan
dianggap sebagai suatutindakan yang keliru oleh siapapun juga. Hal ini terjadi
apabilaseseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu
keputusan, misalnya hanya seorang wali dari pasien dan mengaku memiliki hak
untuk mengambil keputusan bagi pasientersebut.
c.
Konsep Tentang kematian
Secara
umum, kematian adalah suatu topik yang sangat ditakuti oleh publik. Hal
demikian tidak terjadi di dalam dunia kedokteran atau kesehatan.Dalam konteks
kesehatan modern, kematian tidaklah selalu menjadi sesuatuyang datang secara
tiba-tiba. Kematian dapat dilegalisir menjadi sesuatu yang definit dan dapat
dipastikan tanggal kejadiannya.
Euthanasia
memungkinkanhal tersebut terjadi.Perkembangan euthanasia tidak terlepas dari
perkembangan konsep tentangkematian. Usaha manusia untuk memperpanjang
kehidupan dan menghindarikematian dengan mempergunakan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologidalam bidang kedokteran telah membawa masalah baru
dalam euthanasia,terutama berkenaan dengan penentuan kapan seseorang dinyatakan
telah mati.Beberapa konsep tentang mati yang dikenal adalah :
1.
Mati
sebagai berhentinya darah mengalir
2.
Mati
sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh
3.
Hilangnya
kemampuan tubuh secara permanen
4.
Hilangnya
manusia secara permanen untuk kembali sadar dan melakukaninteraksi social.
Konsep
mati dari berhentinya darah mengalir seperti dianut selama ini danyang juga
diatur dalam PP. 18 Tahun 1981 menyatakan bahwa mati adalah berhentinya
fungsi jantung paru, tidak bisa dipergunakan lagi Karena teknologi resusitasi
telah memungkinkan jantung dan paru yang semua terhenti, kinidapat dipacu untuk
berdenyut kembali dan paru dapat dipompa untuk berkembang kempis
kembali.
Konsep
mati terlepasnya roh dari tubuh sering menimbulkan keraguankarena misalnya pada
tindakan resusitasi yang berhasil, keadaan demikianmenimbulkan kesan
seakan-akan nyawa dapat ditarik kembali.Mengenai konsep mati, dari hilangnya
kembali kemampuan tubuh secara permanen untuk menjalankan fungsinya secara
terpadu, juga dipertanyakankarena organ berfungsi sendiri-sendiri tanpa
terkendali karena otak telah mati.Untuk kepentingan transplantasi konsep ini
menguntungkan, tetapi secara moraltidak dapat diterima karena kenyataannya
organ-organ masih berfungsimeskipun tidak terpadu lagi.Bila dibandingkan dengan
manusia sebagai makhluk social, yaitu individuyang mempunyai kepribadian,
menyadari kehidupannya, kekhususanya,lemampuannya mengingat, menentukan sikap,
dan mengambil keputusan,mengajukan alasan yang masuk akal, mampu berbuat,
menikmati, mengalamikecemasan, dan sebagainya, kemampuan untuk melakukan
interaksi socialtersebut makin banyak dipergunakan.Pusat pengendali ini
terletak dalam batang otak. Oleh karena itu, jika batang otak telah mati (brain
stem death) dapat diyakini bahwa manusia itusecara fisik dan social telah mati.
Dalam keadaan demikian kalangan medissering menempuh pilihan tidak meneruskan
resusitasi (DNR, do notresuscitation).
Penentuan
saat mati ini juga dibahas dan ditetapkan dalam World MedicalAsembly tahun 1968
yang dikenal dengan deklarasi Sydney. Disini dinyatakan bahwa penentuan
saat kematian di kebanyakan Negara merupakan tanggung jawab sah dokter.
Dokter dapat menentukan seseorang sudah mati denganmenggunakan kriteria yang
lazim tanpa bantuan alat-alat khusus, yang telahdiketahui oleh semua dokter.Hal
penting dalam penentuan saat mati disini adalah proses kematiantersebut sudah
tidak dapat dibalikkan lagi (irreversible), meski menggunakanteknik penghidupan
kembali apapun. Walaupun sampai sekarang tidak ada alatyang sungguh-sungguh
memuaskan dapat digunakan untuk penentuan saat matiini, alat
elektroensefalograf dapat diandalkan untuk maksud tersebut.Jika penentuan saat
mati berhubungan dengan kepentingan transplantasiorgan, keputusan saat mati
harus dilakukan oleh dua orang dokter atau lebih,dan dokter yang menentukan
saat mati itu tidak boleh ada kaitannya langsungdengan pelaksanaan
transplantasi tersebut.
d.
Aturan
Hukum Mengenai Euthanasia
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur seseorang dapat
dipidana atau dihukum jika ia menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja
ataupun karena kurang hati-hati. Ketentuan pelanggaran pidanayang berkaitan
langsung dengan euthanasia aktif terdapat pada pasal
·
Pasal 344 KUHP
“Barang siapa menghilangkan jiwa
orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata
dan dengan sungguh-sungguh,dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.”
Ketentuan ini harus diingat kalangan
kedokteran sebab walaupunterdapat beberapa alasan kuat untuk membantu pasien
atau keluarga pasienmengakhiri hidup atau memperpendek hidup pasien, ancaman
hukuman iniharus dihadapinya.Untuk jenis euthanasia aktif maupun pasif tanpa
permintaan, beberapa pasal ini perlu diketahui oleh dokter.
·
Pasal 338 KUHP
“ Barang siapa dengan sengaja
menghilangkan jiwa orang lain, diukur karena maker mati, dengan penjara
selama-lamanya lima belas tahun.”
·
Pasal 340 KUHP
“Barang siapa dengan sengaja dan
direncanakan lebih dahulumenghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena
pembunuhandirencanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara selama-lamanya
seumur hidup atay penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.”
·
Pasal 359 KUHP
“Barang siapa karena salahnya
menyebabkan matinya orang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau
kurungan selama-lamanya satutahun.”
Selanjutnya, dibawah ini dikemukakan sebuah ketentuan hukum
yang mengingatkan kalangan kesehata nuntuk berhati-hati menghadapi kasus
euthanasia:
·
Pasal 345 KUHP
“Barang siapa dengan sengaja
menghasut orang lain untuk membunuhdiri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau
memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya
empat tahun.” Pasal ini mengingatkan dokter untuk, jangankan melakukan euthanasia,
menolong atau memberi harapan kearah perbuatan itu sajapun sudah mendapat
ancaman pidana.
- Aborsi
Menjalani
kehamilan itu berat, apalagi kehamilan yang tidak dikehendaki. Terlepas dari
alasan apa yang menyebabkan kehamilan, aborsi dilakukan karenaterjadi kehamilan
yang tidak diinginkan. Apakah dikarenakan kontrasepsi yanggagal, perkosaan,
ekonomi, jenis kelamin atau hamil di luar nikah.Mengenai alasan aborsi, memang
banyak mengundang kontroversi. Adayang berpendapat bahwa aborsi perlu di
legalkan dan ada yang berpendapattidak perlu dilegalkan.Pelegalan aborsi
dimaksudkan untuk mengurangi tindakan aborsi yangdilakukan oleh orang yang
tidak berkompeten, misalnya dukun beranak.Sepanjang aborsi tidak
dilegalkan maka angka kematian ibu akibataborsiakan terus meningkat.
Ada
yang mengkatagorikan Aborsi itu pembunuhan. Ada yang melarangatas nama agama.
Ada yang menyatakan bahwa jabang bayi juga punya hak hidup sehingga harus
dipertahankan, dan lain-lain.Jika aborsi untuk alasan medis, aborsi adalah
legal, untuk korban perkosaan, masih di grey area, aborsi masih
diperbolehkan walaupun tidak semua dokter mau melakukannya.
Kasus
perkosaan merupakan pilihan yangsulit. Meskipun bisa saja kita mengusulkan
untuk memelihara anaknya hinggalahir, lalu diadopsikan ke orang lain, itu semua
tergantung kematangan jiwa siibu dan dukungan masyarakat agar anak yang
dilahirkan tidak dilecehkan olehmasyarakat.Untuk kehamilan diluar nikah atau
karena sudah kebanyakan anak dankontrasepsi gagal perlu dipirkirkan kembali
karena masih banyak orangmendambakan anak.Sebaiknya kita jangan mencari
pemecahan masalah yang pendek / singkat / jalan pintas, tapi harus jauh
menyentuh dasar timbulnya masalah itu sendiri.Prinsip melegalkan aborsi, sama
seperti Prinsip lokalisasi.Banyak celah yang justru akan dimanfaatkan
untuk begituan.
Karena
seks bebas sudah jadi realitasekarang ini, apalagi di kota-kota besar. Jika di
data, orang-orang yang inginmengaborsi, berapa persen yang dikarenakan anaknya
7 dan malnutrisi semua,dibandingkan karena hamil diluar nikah - atau hamil
dalam perselingkuhan, jauh lebih besar yg. karena di luar nikah daripada
karena alasan ekonomi.Perempuan berhak dan harus melindungi diri mereka dari
eksploitasi oranglain, termasuk suaminya, agar tidak perlu aborsi. Sebab
aborsi, oleh paramedisataupun oleh dukun, legal atau illegal, akan tetap
menyakitkan buat wanita,lahir dan batin meskipun banyak yang. menyangkalnya.
Karena
itu kita harus berupaya bagaimana caranya supaya tidak sampai berurusan
dengan hal yangakhirnya merusak diri sendiri.
Karena
ada laki-laki yang bisa seenak melenggang pergi, dan tidak peduli apa-apa
meskipun pacarnya/istrinya sudahaborsi dan mereka tidak bisa diapa-apakan,
kecuali pemerkosa, yang jelas adahukumnya.Jadi solusinya bukan cuma dari rantai
yang pendek, tapi dari ujung rantaiyang terpanjang, yaitu : penyuluhan tentang
seks yang benar.Jika diliat kebelakang, mengapa banyak remaja yg aborsi, karena
merekamelakukan seks bebas untuk itu diperlukan pendidikan agama agar
moralmereka tinggi dan sadar bahwa free seks tidak sesuai dengan agama
dan berbahaya.Jika tidak ingin hamil gunakan kontrasepsi yang paling aman
dankontrasepsi yang paling aman adalah tidak berhubungan seks sama sekali.
Segala
sesuatu itu ada resikonya. Untuk itu sebelum bertindak, orang harusmulai
berpikir : nanti bagaimana bukannya bagaimana nanti.
Keputusan
aborsi juga dapat keluar dalam waktu yang singkat, dan setelahmelewati waktu
krisis, bisa saja keputusan aborsi dibatalkan karena adaseseorang yang
mendampingi memberikan support, dan dia tidak jadimengaborsi.
Keputusan
untuk aborsi, kemungkinan bisa menghantui seumur hidupnya,mengaborsi anaknya,
dan selama beberapa minggu dia masih menyesali danmenangisi kejadian itu,
seperti kematian seorang anak.Apalagi jika aborsi dilakukan akibat paksaan,
misalnya paksaan dariorangtua, demi nama baik keluarga. Bayangkan berapa banyak
orang-orangyang. bisa dipaksa untuk menggugurkan, jika aborsi ini dilegalkan.
a. Macam
Macam Aborsi
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 jenis aborsi:
1. Aborsi Spontan atau Alamiah.
Berlangsung tanpa tindakan apapun.
Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.
2. .Aborsi Buatan atau Sengaja.
Adalah pengakhiran kehamilan sebelum
usia kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan
disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi. Misalnya dengan bantuan
obat aborsi.
3. Aborsi Terapeutik atau Medis.
Adalah pengguguran kandungan buatan
yang dilakukan atas indikasi medic. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil
tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah
yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya.
Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa.
b.
Akibat Dari Aborsi
1.
Luka pada serviks uteri
Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka
dapat timbulsobekan pada serviks uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi luka
padaostium uteri internum, maka akibat yang segera timbul ialah perdarahanyang
memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka
panjang ialah kemungkinan timbulnya incompetent cerviks.
2.
Pelekatan pada kavum uteri
Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman.
Sisa-sisahasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium
jangansampai terkerok, karena hal itu dapat mengakibatkan terjadinya
perlekatandinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya kerokan
dihentikan pada suatu tempat apabila pada suatu tempat tersebut dirasakan
bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.
3.
Perdarahan
Kerokan pada kehamilan yang sudah agak tua atau pada mola
hidatidosaterdapat bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu
hendaknyadilakukan transfusi darah dan sesudah itu, dimasukkan tampon kasa
kedalam uterus dan vagina.
4.
Infeksi
Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka
bahayainfeksi sangat besar. Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar
keseluruh peredaran darah, sehingga menyebabkan kematian. Bahaya lainyang
ditimbulkan abortus kriminalis antara lain infeksi pada saluran
telur.Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi kehamilan lagi
c. Keamanan
Aborsi
Aborsi aman bila:
1.
Dilakukan
oleh pekerja kesehatan (perawat,
bidan, dokter) yang benar-benar terlatih dan berpengalaman melakukan
aborsi.
2.
Pelaksanaannya
mempergunakan alat-alat kedokteran yang layak.
3.
Dilakukan
dalam kondisi bersih, apapun yang masuk dalam vagina ataurahim harus steril
atau tidak tercemar kuman dan bakteri.
4.
Dilakukan
kurang dari 3 bulan (12 minggu)
sesudah pasien terakhir kalimendapat haid.Pelayanan
Kesehatan yang Memadai adalah
HAK SETIAP ORANG, tidak terkecuali Perempuan yang memutuskan
melakukan Aborsi.
d.
Hukum – Hukum Tentang Aborsi
Pasal 15 ayat (1) dan (2)
UndangUndang Keschatan Nomor 23 Tahun 1992. Ada beberapa hal yang dapat
dicermati dari jenis aborsi ini yaitu bahwa temyata aborsi dapat dibenarkan
sccara hukum apabila dilakukan dengan adanya pertimbangan medis. Dalam hal ini
berarti dokter atau tenaga keseliatan mempunyai hak untuk melakukan aborsi
dengan mcnggunakan pertimbangan Demi menyelamatkan ibu hamil atau janinnya.
Berdasarkan pasal
15 ayat (2) Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992, tindakan medis
(aborsi) sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta pertimbangan
tim ahli.
Aborsi tersebut
dapat dilakukan dengan persetujuan dari ibu hamil yang bersangkutan atau suami
atau keluargnya. Hal tersebut berarti bahwa apabila prosedur tersebut telah
terpenuhi maka aborsi yang dilakukan bersifat legal atau dapat dibenarkan dan
dilindungi secara hukum. Dengan kata lain vonis medis oleh tenaga kesehatan
terhadap hak reproduksi perempuan bukan merupakan tindak pidana atau kejahatan.
Berbeda halnya
dengan aborsi yang dilakukan tanpa adanya pertimbangan medis sebagaimana yang
ditentukan dalam pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Kesehatan Nomor 23
tahun 1992, aborsi jenis ini disebut dengan aborsi provokatus kriminalis.
Artinya bahwa tindakan aborsi seperti ini dikatakan tindakan ilegal atau tidak
dapat dibenarkan secara hukum. Tindakan aborsi seperti ini dikatakan sebagai
tindakan pidana atau kejahatan.
Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengkualifikasikan perbuatan aborsi tersebut
sebagai kejahatan terhadap nyawa. Agar dapat membahas secara detail dan cermat
mengenai aborsi provokatus kriminalis, kiranya perlu diketahui bagaimana
konstruksi hukum yang berakitan dengan tindakan aborsi sebagai kejahatan yang
ditentukan dalam KUHP. Pasal 346 : "Seorang wanita yang sengaja
menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Pasal 347 : (1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 : (1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
belas tahun . (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,
diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349 : Jika seorang dokter, bidan atau juru obat
membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau
membantu melakukan salah satu kejahatan diterangkan dalam pasal 347 dan 348,
maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan
dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
2.3.
Transplantasi Organ
Transplantasi
adalah pemindahan suatu jaringan atau organmanusia tertentu
dari suatu tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiriatau tubuh orang lain dengan
persyaratan dan kondisi tertentu. Transplantasi
organ dan jaringan tubuh manusia merupakantindakan medik
yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan ganguanfungsi organ tubuh yang berat.
Ini adalah terapi pengganti (alternatif) yang merupakan
upaya terbaik untuk menolong penderita/pasien dengankegagalan organnya, karena
hasilnya lebih memuaskan dibandingkandengan pengobatan biasa atau dengan cara
terapi. Hingga dewasa initransplantasi terus berkembang dalam dunia kedokteran,
namun tindakanmedik ini tidak dapat dilakukan begitu saja, karena masih
harusdipertimbangkan dari segi non medik, yaitu dari segi agama, hukum,
budaya, etika dan moral. Kendala
lain yang dihadapi Indonesia
dewasa inidalam menetapkan terapi transplatasi, adalah terbatasnya jumlah donor keluarga
( Living Related Donor, LRD) dan donasi organ jenazah. Karenaitu diperlukan kerjasama yang saling mendukung antara para
pakar terkait (hukum,
kedokteran, sosiologi, pemuka agama, pemuka masyarakat), pemerintah dan
swata.
a. Jenis-Jenis Transplantasi
Kini telah dikenal
beberapa jenis transplantasi atau pencangkokan , baik berupa cel, jaringan
maupun organ tubuh yaitu sebagai berikut:
1. Transplantasi
Autologus
Yaitu
perpindahan dari satu tempat ketempat lain dalam tubuh itu sendiri,yang
dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi,
2. Transplantasi
Alogenik
Yaitu
perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang sama spesiesnya,baik dengan
hubungan keluarga atau tanpa hubungan keluarga.
3. Transplantasi
Singenik
Yaitu
perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang identik,misalnya pada gambar
identik.
4. Transplantasi
Xenograft
Yaitu
perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang tidak sama spesiesnya.
Organ
atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup
atau dari jenazah orang yang baru meninggal dimana meninggal sendiri
didefinisikan kematian batang otak. Organ-organ yang diambil dari donor hidup
seperti : kulit ginjal sumsum tulang dan darah (transfusi darah).
Organ-organ yang diambil dari jenazah adalah jantung,
hati, ginjal, kornea, pancreas, paru-paru dan sel otak. Dalam 2 dasawarsa
terakhir telah dikembangkan tehnik transplantasi seperti transplantasi arteria
mamaria interna dalam operasi lintas koroner oleh George E. Green. dan
Parkinson.
b.
Komponen Yang Mendasari
Transplantasi
Ada dua komponen penting yang
mendasari tindakan transplantasi, yaitu:
1. Eksplantasi
Yaitu usaha mengambil jaringan atau
organ manusiayang hidup atau yang sudah meninggal.
2. Implantasi
Yaitu usaha menempatkan jaringan
atau organ tubuhtersebut kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain.
- Komponen Yang Menunjang Transplantasi
Disamping dua komponen yang mendasari di atas, ada juga
duakomponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan transplantasi,yaitu:
1. Adaptasi
Donasi
Yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan
diriorang hidup yang diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis
dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan jaringan atauoragan.
2. Adaptasi
Resepien
Yaitu usaha dan kemampuan diri dari
penerima jaringan atau organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat
menerimaatau menolak jaringan atau organ tersebut, untuk berfungsi
baik,mengganti yang sudah tidak dapat befungsi lagi.
Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat
diambil dari donor yang hidup atau dari jenazah orang yang baru meninggaldimana
meninggal sendiri didefinisikan kematian batang otak. Organ-organ yang diambil dari donor hidup seperti : kulit ginjal. sumsum
tulang dan darah (transfusi darah).
Organ-organ yang diambildari jenazah adalah jantung, hati, ginjal, kornea,
pancreas, paru-paru dan sel otak.
- Masalah Etik dan Moral Dalam Transplantasi
Untuk
mengembangkan transplantasi sebagai salah satu cara penyembuhan suatu
penyakit tidak dapat begitu saja diterima masyarakat laus.Pertimbangan etik,
moral, agama, hukum atau sosial budaya ikutmempengaruhinya.
Beberapa
pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplantasi adalah :
1.
Donor
hidup
Donor hidup adalah orang yang memberikan jaringan/organnya
kepadaorang lain (resepien). Sebelum memutuskan untuk menjadi donor,seseorang
harus mengetahui dan mengerti resiko yang dihadapi, baik resiko dibidang
medik, pembedahan, maupun resiko untuk kehidupannyalebih lanjut sebahai
kekurangan jaringan/organ yang telah dipindahkan.Disamping itu, untuk menjadi
donor, seseorang tidak boleh mengalamitekanan psikologis. Hubungan psikis dan
emosi harus sudah dipikirkanoleh donor hidup tersebut untuk mencegah timbulnya
masalah.
2.
Jenazah
dan Donor Mati
Jenazah dan Donor Mati adalah orang yang semasa hidupnya
telahmengizinkan atau berniat dengan sungguh-sungguh untuk memberikan jaringan/organ
tubuhnya kepada yang memerlukan apabila ia telahmeninggal kapan seorang donor
itu dapat dikatakan meninggal secarawajar, dan apabila sebelum meninggal, donor
itu sakit, sudah sejauh mana pertolongan dari dokter yang merawatnya. Semua
itu untuk mencegahadanya tuduhan dari keluarga donor atau pihak lain bahwa tim
pelaksanatransplantasi telah melakukan upaya mempercepat kematian
seseoranghanya untuk mengejar organ yang akan ditransplantasikan.
3.
Keluarga
Donor dan Ahli Waris
Kesepakatan keluarga donor dan resepien sangat diperlukan
untuk menciptakan saling pengertian dan menghindari konflik semaksimal mungkin
ataupun tekanan psikis dan emosi dikemudian hari. Darikeluarga resepien
sebenarnya hanya dituntut suatu penghargaan keluargadonor dan keluarganya
dengan tulus. Alangkah baiknya jika dibuat suatuketentuan untuk mencegah
timbulnya rasa tidak puas kedua belah pihak.
4.
Resipien
Resipien adalah orang yang menerima jaringan/organ orang
lain. Padadasarnya, seorang penderita mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan
yang dapat memperpanjang hidup atau meringankan penderitaannya. Seorang
resipien harus benar-benar mengerti semua halyang dijelaskan oleh tim pelaksana
transplantasi.
Melalui tindakantransplantasi diharapkan dapat memberikan
nilai yang besar bagikehidupan resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa
hasiltransplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. Juga perlu
disadari bahwa jika ia menerima untuk transplantasi berarti ia dalam
percobaanyang sangat berguna bagi kepentingan orang banyak di masa yang
akandatang.
5.
Dokter
dan Tenaga Pelaksana lain
Untuk melalukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus
mendapat persetujuan dari donor, resepien, maupun keluarga kedua belah
pihak.
6.
Masyarakat
Secara tidak langsung masyarakat turut menetukan
perkembangantransplantasi. Kerjasama tim pelaksana dengan para
cendekiawan, pemuka masyarakat, atau pemeluk agama diperlukan untuk
mendidik masyarakat untuk lebih memahami maksud dan tujuan luhur
usahatransplantasi. Dengan adanya pengertian ini kemungkinan penyediaanorgan
yang segera diperlukan, atas tujuan luhur, akan dapat diperoleh.
- Hukum Transplantasi Organ
1.
Aspek
Hukum Transplantasi
Dari segi hukum ,transplantasi
organ,jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu hal yang mulia dalam upaya
menyehatkan dan mensejahterakan manusia,walaupun ini adalah suatu perbuatan
yang melawan hukum pdana yaitu tindak pidana penganiayaan.tetapi mendapat
pengecualian hukuman,maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana, dan
dapat dibenarkan.
Dalam PP No.18 tahun 1981 tentana bedah
mayat klinis, beda mayat anatomis dan transplantasi alat serta jaringan tubuh
manusia tercantum pasal tentang transplantasi sebagai berikut :
Pasal 1. c. Alat tubuh manusia adalah
kumpulan jaringan-jaringa tubuh yang dibentuk oleh beberapa jenis sel dan
mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.
Pasal 1 : d.
Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mmempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang
sama dan tertentu.
Pasal 1: e. Transplantasi adalah
rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia
yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan
alat dan atau jaringan tubuh ynag tidak berfungsi dengan baik.
Pasal 1: f. Donor adalah orang yang
menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan
kesehatan.
Pasal 1: g. Meninggal dunia adalah keadaan
insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak,
pernafasan, dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.
Ayat g mengenai definisi meninggal dunia
kurang jelas,maka IDI dalam seminar nasionalnya mencetuskan fakta tentang
masalah mati yaitu bahwa seseorang dikatakan mati bila fungsi spontan
pernafasan da jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible,atau
terbukti telah terjadi kematian batang otak.
Pasal 10. Transplantasi organ dan jaringan
tubuh manusia dilaukan dengan memperhatikan ketentuan yaitu persetujuan harus
tertulis penderita atau keluarga terdekat setelah penderita meninggal dunia.
Pasal 11: 1 Transplantasi organ dan
jaringan tubuh hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ditunjukolehmentri
kesehatan.
Ayet 2
Transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter
yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.
Pasal 12 Penentuan saat mati ditentukan
oleh 2 orang dokter yang tudak ada sangkut paut medik dengan dokter yang
melakukan transplantasi. Pasal 13 Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksudkan
yaitu dibuat diatas kertas materai dengan 2(dua) orang saksi.
Pasal 14 Pengambilan alat atau jaringan
tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari korban
kecelakaan yang meninggal dunia,dilakukan dengan persetujuan tertulis dengan
keluarga terdekat.
Pasal 15 : 1 Senbelum persetujuan tentang transplantasi alat dan
jaringan tubuh manusia diberikan oleh donor hidup,calon donor yang bersangkutan
terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya,termasuk dokter
konsultan mengenai operasi,akibat-akibatya,dan kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi. Pasal 2. Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar
,bahwa calon donor yang bersangkutan telah meyadari sepenuhnya arti dari
pemberitahuan tersebut. Pasal 16. Donor atau keluarga donor yang meninggal
dunia tidak berhak dalam kompensasi material apapun sebagai imbalan
transplantasi.
Pasal 17 Dilarang memperjual belikan alat
atau jaringan tubuh manusia.
Pasal 18 Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dan semua bentuk ke dan dari luar negeri. Selanjutnya dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan dicantumkan beberapa pasal tentang transplantasi sebagai berikut: Pasal 33:1 Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ dan jaringan tubuh,transfuse darah ,imflan obat dan alat kesehatan,serta bedah plastic dan rekontruksi.
Pasal 18 Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dan semua bentuk ke dan dari luar negeri. Selanjutnya dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan dicantumkan beberapa pasal tentang transplantasi sebagai berikut: Pasal 33:1 Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ dan jaringan tubuh,transfuse darah ,imflan obat dan alat kesehatan,serta bedah plastic dan rekontruksi.
Pasal 2 Transplantasi organ dan jaringan
serta transfuse darah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk
tujuan kemanusiaan kemanusiaan yang dilarang untuk tujjuan komersial.
Pasal 34 :1
Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan
disaran kesehatan tertentu. Pasal 2.Pengambilan organ dan jaringan tubuh dari
seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada
persetujuan ahli waris atau keluarganya. 3.Ketentuan mengenai syarat dan tata
cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
2.
Aspek
Etik Transplantasi
Transplantasi
merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan fungsi
salah satu organ tubuhnya.dari segi etik kedokteran tindakan ini wajib
dilakukan jika ada indikasi,berlandaskan dalam KODEKI,yaitu : Pasal 2. Seorang
dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi. Pasal
10. Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup
insani.
Pasal
11. Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan penderita. Pasal-pasal tentang transplantasi
dalam PP No. 18 tahun 1981,pada hakekatnya telah mencakup aspek etik, mengenai
larangan memperjual belikan alat atu jaringan tubuh untuk tujuan transplantasi
atau meminta kompensasi material.
Yang
perlu diperhatikan dalam tindakan transplantasi adalah penentuan saat mati
seseorang akan diambil organnya, yang dilakukan oleh 2 orang doter yang tidak
ada sangkt paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi,ini erat
kaitannya dengan keberhasilan transplantasi, karena bertambah segar organ
tersebut bertambah baik hasilnya.tetapi jangan sampai terjadi penyimpangan
karena pasien yang akan diambil organnya harus benar-benar meninggal dan
penentuan saat meninggal dilakukan dengan pemeriksaan elektroensefalografi dan
dinyatakan meninggal jika terdapat kematian batang otak dan sudah pasti tidak
terjadi pernafasan dan denyut jantung secara spontan.pemeriksaan dilakukan oleh
para dokter lain bukan dokter transplantasi agar hasilnya lebih objektif.
3.
Devicies ( Alat-Alat)
Alat-alat yang biasanya digunakan
meliputi :
1. Cusa (pisau pemotong yang
menggunakan gelombang ultrasonografi),
2. Meja operasi,
3. Gunting ,
4. Pisau operasi,
5. Bedah,
6. Slang-slang pembiusan,
7. Drap (kain steril yang digunakan
untuk menutup bagian tubuh yang tidak dioperasi),
8. Plastic steril berkantong yang
fingsinya menampung darah yang meleleh dari tubuh pasien,
9. Retractor,
10. Penghangat darah dan cairan,
11. Lampu operasi.
2.4.
Prinsip – Prinsip Legal Tindakan Keperawatan
Sikap etis profesional yang kokoh
dari setiap perawat akan tercermin
dalam setiap langkahnya, termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil
dalam merespon situasi yang muncul. Oleh karena itu pemahaman
yang mendalam tentang etika dan moral serta penerapannya menjadi bagian yang
sangat penting dan mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan
atau kebidanan dimana nilai-nilai pasen selalu menjadi
pertimbangan dan dihormati.
a.
Advokasi
Advokasi adalah memberikan saran
dalam upaya melindungi dan mendukung hak-hak pasien. Hal tersebut merupakan
suatu kewajiban moral bagi perawat, dalam menemukan kepastian tentang dua
sistem pendekatan etika yang dilakukan yaitu pendekatan berdasarkan prinsip dan
asuhan. Perawat atau yang memiliki
komitmen tinggi dalam mempraktekkan keperawatan profesional dan tradisi tersebut
perlu mengingat hal-hal :
1. Pastikan bahwa loyalitas staf atau
kolega agar tetap memegang teguh komitmen utamanya terhadap pasen.
2. Berikan prioritas utama terhadap
pasen dan masyarakat pada umumnya.
3. Kepedulian mengevaluasi terhadap
kemungkinan adanya klaim otonomi dalam kesembuhan pasien.
Istilah advokasi sering digunakan dalam
hukum yang berkaitan dengan upaya melindungi hak manusia bagi mereka yang tidak
mampu membela diri. Arti advokasi menurut ANA (1985) adalah “melindungi klien
atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah
yang tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapa pun”. Fry
(1987) mendefinisikan advokasi sebagai dukungan aktif terhadap setiap hal yang
memiliki penyebab atau dampak penting.
Definisi ini mirip dengan yang
dinyatakan Gadow (1983) bahwa “advokasi merupakan dasar falsafah dan ideal
keperawatan yang melibatkan bantuan perawat secara aktif kepada individu secara
bebas menentukan nasibnya sendiri”. Posisi perawat yang mempunyai jam kerja 8
sampai 10 atau 12 jam memungkinkannya mempunyai banyak waktu untuk mengadakan
hubungan baik dan mengetahui keunikan klien sebagai manusia holistik sehingga
berposisi sebagai advokat klien (curtin, 1986). Pada dasarnya, peran perawat
sebagai advokat klien adalah memberi informasi dan memberi bantuan kepada klien
atas keputusan apa pun yang di buat kilen, memberi informasi berarti
menyediakan informasi atau penjelasan sesuai yang dibutuhkan klien, memberi
bantuan mengandung dua peran, yaitu peran aksi dan peran nonaksi.
Dalam menjalankan peran aksi,
perawat memberikan keyakinan kepada klien bahwa mereka mempunyai hak dan
tanggung jawab dalam menentukan pilihan atau keputusan sendiri dan tidak
tertekan dengan pengaruh orang lain, sedangkan peran nonaksi mengandungarti
pihak advokat seharusnya menahan diri untuk tidak memengaruhi keputusan klien
(Khonke, 1982). Dalam menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus
menghargai klien sebagai induvidu yangmemiliki berbagai karakteristik. Dalam
hal ini, perawat memberikan perlindungan terhadap martabat dan nilai manusiawi
klien selama dalam keadaan sakit.
b.
Responsibilitas
Resposibilitas (tanggung jawab) adalah eksekusi terhadap
tugas-tugas yang berhubungan dengan peran tertentu dari perawat. Pada saat
memberikan tempat.
c. Loyalitas
Loyalitas
merupakan suatu konsep yang melewati simpati, peduli, dan hubungan timbal balik
terhadap pihak yang secara profesional berhubungan dengan perawat. Hubungan
profesional dipertahankan dengan cara menyusun tujuan bersama, menepati janji,
menentukan masalah dan prioritas, serta mengupayakan pencapaian kepuasan
bersama (Jameton, 1984, Fry, 1991).
Untuk
mencapai kualitas asuhan keperawatan yang tinggi dan hubungan dengan berbagai
pihak yang harmonis, loyalitas harus dipertahankan oleh setiap perawat baik
loyalitas kepada klien, teman sejawat, rumah sakit maupun profesi.
2.5.
Malpraktek
Malpraktek adalah kelalaian dari
seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu
pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan
terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. Malpraktek harus dibuktikan
bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan
ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan
diwilayah tersebut.
Kelalaian memakai tolak ukur yakni :
a.
Cara
Langsung
Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien,
tenaga perawatan haruslah bertindak berdasarkan:
1.
Adanya
indikasi medis
2.
Bertindak
secara hati-hati dan teliti
3.
Bekerja
sesuai standar profesi
4.
Sudah
ada informed consent.
b.
Cara Tidak Langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah
bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya
sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur).
Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:
sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur).
Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:
1.
Fakta
tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai.
2.
Fakta
itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga perawatan.
3.
Fakta
itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory
negligence.(gugatan pasien).
a. Upaya
Pencegahan Malpraktek Dalam Pelayanan Kesehatan
Dengan
adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya
malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak
hati-hati, yakni:
1.
Tidak menjanjikan atau memberi
garansi akan keberhasilan upayanya, karena
perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian
akan berhasil (resultaat verbintenis).
2.
Sebelum melakukan intervensi agar
selalu dilakukan informed consent.
3.
Mencatat
semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
4.
Apabila
terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
5.
Memperlakukan
pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
6.
Menjalin
komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
b.
Sanksi Hukum
1. Jika
perbuatan malpraktik khususnya yang dilakukan oleh tenaga medis, terbukti dilakukan
dengan unsur kesengajaan (dolus) dan ataupun kelalaian (culpa), maka adalah hal
yang sangat pantas jika yang bersangkutan dikenakan sanksi pidana karena dengan
unsur kesengajaan ataupun kelalaian telah an telah melakukan perbuatan melawan
hukum yang bisa menghilangkan Jika perbuatan malpraktik khususnya yang
dilakukan oleh tenaga medis, terbukti dilakukan dengan unsur kesengajaan
(dolus) dan ataupun kelalaian (culpa), maka adalah hal yang sangat pantas jika
yang bersangkutan dikenakan sanksi pidana karena dengan unsur kesengajaan
ataupun kelalainyawa seseorang.
Prita terbukti dilakukan dengan unsur kesengajaan (dolus)
dan ataupun kelalaian (culpa), maka adalah hal yang sangat pantas jika dokter
yang bersangkutan dikenakan sanksi pidana karena dengan unsur kesengajaan
ataupun kelalaian telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu menghilangkan
nyawa seseorang, serta tidak menutup kemungkinan juga dapat mengancam dan
membahayakan keselamatan jiwa ibu yang melakukan aborsi.
2. Dalam
Kitab-Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kelalaian yang mengakibatkan celaka
atau bahkan hilangnya nyawa orang lain. Pasal 359, misalnya menyebutkan,
“Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun”.
Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa seseorang
dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 360
Kitab-Undang-Undang.
Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). (1)‘Barang siapa
karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam
dengan pidasna penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu
tahun. (2)’Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka
sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan
jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda
paling tinggi tiga ratus rupiah.
Pemberatan sanksi pidana juga dapat diberikan terhadap
mereka yang terbukti melakukan malpraktik, sebagaimana Pasal 361
Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), “Jika kejahatan yang diterangkan dalam
bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana
ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya
putusannya diumumkan. ”Namun, apabila kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan
malpraktik yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa dan atau hilangnya
nyawa orang lain maka pencabutan hak menjalankan pencaharian (pencabutan izin
praktik) dapat dilakukan.
3. Berdasarkan Pasal 361
Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan aturan kode etik profesi praktik
dokter. Tindakan malpraktik juga dapat berimplikasi pada gugatan perdata oleh
seseorang (pasien) terhadap dokter yang dengan sengaja (dolus) telah
menimbulkan kerugian kepada pihak korban, sehingga mewajibkan pihak yang
menimbulkan kerugian (dokter) untuk mengganti kerugian yang dialami kepada
korban, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab-Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHP perdata).
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada
seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut.” Sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh
kelalaian (culpa) diatur oleh Pasal 1366 yang berbunyi: “Setiap orang
bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya,
tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya”.
4.
Melihat
berbagai sanksi pidana dan tuntutan perdata yang tersebut di atas dapat
dipastikan bahwa bukan hanya pasien yang akan dibayangi ketakutan. Tetapi, juga
para tim medis akan dibayangi kecemasan diseret ke pengadilan karena telah
melakukan malpraktik dan bahkan juga tidak tertutup kemungkinan hilangnya
profesi pencaharian akibat dicabutnya izin praktik. Dalam situasi seperti ini
azas kepastian hukum sangatlah penting untuk dikedepankan dalam kasus
malpraktik demi terciptanya supremasi hukum.
5.
Apalagi,
azas kepastian hukum merupakan hak setiap warga negara untuk diperlakukan sama
di depan hukum (equality before the law) dengan azas praduga tak bersalah
(presumptions of innocence) sehingga jaminan kepastian hukum dapat terlaksana
dengan baik dengan tanpa memihak-mihak siapa pun. Hubungan kausalitas
(sebab-akibat) yang dapat dikategorikan seorang dokter telah melakukan
malpraktik, apabila (1) Bahwa dalam melaksanakan kewajiban tersebut, dokter
telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipakai. (2) Pelanggaran
terhadap standar pelayanan medik yang dilakukan merupakan pelanggaran terhadap
Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). (3) Melanggar UU No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan.
6.
Peran
pengawasan terhadap pelanggaran kode etik (Kodeki) sangatlah perlu ditingkatkan
untuk menghindari terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang mungkin sering
terjadi yang dilakukan oleh setiap kalangan profesi-profesi lainnya seperti
halnya advokat/pengacara, notaris, akuntan, dll.
Pengawasan biasanya dilakukan oleh lembaga yang berwenang
untuk memeriksa dan memutus sanksi terhadap kasus tersebut seperti Majelis Kode
Etik. Dalam hal ini Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK). Jika ternyata terbukti
melanggar kode etik maka dokter yang bersangkutan akan dikenakan sanksi
sebagaimana yang diatur dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia.
7.
Namun,
jika kesalahan tersebut ternyata tidak sekedar pelanggaran kode etik tetapi
juga dapat dikategorikan malpraktik maka MKEK tidak diberikan kewenangan oleh
undang-undang untuk memeriksa dan memutus kasus tersebut. Lembaga yang
berwenang memeriksa dan memutus kasus pelanggaran hukum hanyalah lembaga
yudikatif. Dalam hal ini lembaga peradilan. Jika ternyata terbukti melanggar
hukum maka dokter yang bersangkutan dapat dimintakan pertanggungjawabannya.
Baik secara pidana maupun perdata. Sudah saatnya pihak
berwenang mengambil sikap proaktif dalam menyikapi fenomena maraknya gugatan
malpraktik. Dengan demikian kepastian hukum dan keadilan dapat tercipta bagi
masyarakat umum dan komunitas profesi. Dengan adanya kepastian hukum dan
keadilan pada penyelesaian kasus malpraktik ini maka diharapkan agar para
dokter tidak lagi menghindar dari tanggung jawab hukum profesinya.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Setelah
membahas teori, maka kita dapat :
- Mengetahui prinsip-prinsip etika keperawatan : otonomi, beneficence, justice, moral right, nilai dan norma masyarakat.
- Mengetahui isue etik dalam praktik keperawatan : euthanasia,aborsi.Diketahui transplantasi organ, supporting.
- Mengetahui devices.
- Mengetahui prinsip-prinsip legal dalam praktik keperawatan :malpraktik, neglected.
3.2.
Saran
Hendaknya
mahasiswa dapat benar-benar memahami dan mewujudnyatakan peran perawat yang
legal etis dalam pengambilan keputusan dalam konteks etika keperawatan.